My_inspiration
Kunjungi ya blog ku ^_^ Gbu................
God Bless You......................
Kamis, 08 November 2012
Minggu, 20 November 2011
IBU BUTA YANG MEMALUKANKU (Kisah Sedih Yang Mengharukan)
Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar
Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak tidur di rumah. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan yang lebih memalukan lagi Ibu memanggilku. “Mau ngapain ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk mempermalukan aku!” Bentakkan dariku membuat diri ibuku segera bergegas pergi. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun
bergegas keluar dari sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai disambar petir mendapat pertanyaan seperti itu.
Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar dan kukejar agar aku bisa segera meninggalkan rumah kumuhku dan terutama meninggalkan ibuku yang membuatku malu. Ternyata aku berhasil mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada dan aku berangkat pergi tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi kemajuanku.
Di Selolah itu, aku menjadi mahasiswa terpopuler karena kepintaran dan ketampananku. Aku telah sukses dan kemudian aku menikah dengan seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura.
Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku rela mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan sama sekali aku tak pernah memikirkan nasib ibuku. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.
Tapi pada suatu hari kehidupanku yang sempurna tersebut terusik, saat putraku sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia memperoleh ongkosnya. Dia datang menemuiku.
Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan enteng aku mengatakan: “HEY, PERGILAH KAU PENGEMIS. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!” Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “MAAF, SAYA SALAH ALAMAT”
Tanpa merasa besalah, aku masuk ke dalam rumah.
Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri.
Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini.
Selesai Reuni entah megapa aku ingin melihat keadaan rumahku sebelum pulang ke Sigapore. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini begitu berantakan. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia ke mana, tapi justru aku merasa lega tak bertemu dengannya.
Bergegas aku keluar dan bertemu dengan salah satu tetangga rumahku. “Akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia seminggu yang lalu”
“OH…”
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Sedikit pun tak ada rasa sedih di hatiku yang kurasakan saat mendengar ibuku telah meninggal. “Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”
Setelah menyerahkan surat ia segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.
Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang ibu punya.Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia luas.
Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam! Baru kusadari bahwa yang membuatku malu sebenarnya bukan ibuku, tetapi diriku sendiri....
KENANGAN HIDUPKU :)
jika ku hadir untuk disakiti
biarlah ku pergi jauh dan sendiri
tanpa ada kamu siapapun di sini ku menangis
kebodohanku telah anggap dirimu
kan baik hatiku butakan hatiku
kau pergi saja tak ku tahu, ku tlah layu
mungkin karnaku terlalu mencintaimu
ku terluka
kemana ku berlari
kemana aku kan pergi
ku cintai namun benci
caramu mencintaiku
biarlah ku simpan
menjadi kenangan hidupku
ku cintai namun benci
caramu mencintaiku
AKAN KUGENDONG ENGKAU SAMPAI AJAL TIBA
Suatu malam ketika aku kembali ke rumah, istriku menghidangkan makan malam untukku, sambil memegang tangannya aku berkata; “Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu.” Istriku lalu duduk disamping sambil menemaniku menikmati makan malam dengan tenang. Dari raut wajah dan matanya kutahu dia sedang memendam luka batin yang membara.
Tiba-tiba aku tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Kata-kata rasanya berat keluar dari mulutku. Akan tetapi aku harus membiarkan istriku mengetahui apa yang sedang kupikirkan. Aku ingin sebuah perceraian diantara kami. Aku lalu memberanikan diri untuk membicarakannya dengan tenang. Nampaknya dia tidak terganggu sama sekali dengan pembicaraanku, dia malah balik dan bertanya kepadaku dengan tenang, tapi mengapa?
Aku menolak menjawabnya. Ini membuatnya sungguh marah kepadaku. Dia membuang choptiks di tangannya dan mulai berteriak kepadaku, “engkau bukan seorang laki-laki sejati.” Malam itu kami tidak saling bertegur sapa. Dia terus menangis dan menangis. Aku tahu bahwa dia ingin mengetahui alasan dibalik keinginanku untuk bercerai. Tetapi aku dapat memberinya sebuah jawaban yang memuaskan; “Dia telah menyebabkan kasih sayangku hilang terhadap Jane (wanita simpananku). Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya kasihan kepadanya.”
Dengan sebuah rasa bersalah yang dalam, aku membuat sebuah pernyataan persetujuan untuk bercerai bahwa dia dapat memiliki rumah kami, mobil dan 30% dari keuntungan perusahaan kami. Dia sungguh marah, merobek kertas itu. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya bersamaku kini telah menjadi orang asing di rumah kami, khususnya di hatiku. Aku meminta maaf untuknya, untuk waktunya yang telah terbuang selama 10 tahun bersamaku, untuk semua usaha dan energy yang diberikan kepadaku tapi aku tidak dapat menarik kembali apa yang telah kukatakan kepada Jane bahwa aku sungguh mencintainya. Akhirnya dia menangis dengan suara keras di hadapanku yang mana Aku sendiri berharap melihat terjadi padanya. Bagiku tangisannya tidak mempunyai makna apa-apa. Keinginanku untuk bercerai di hati dan pikiranku telah bulat dan aku harus melakukannya saat itu.
Hari berikutnya, ketika saya kembali ke rumah sedikit larut kutemukan dia sedang menulis sesuatu di atas meja di ruang tidur kami. Aku tidak makan malam tapi langsung pergi tidur karena rasa ngantuk yang tak tertahankan akibat rasa capai sesudah seharian bertemu dengan Jane, wanita idamanku saat itu. Ketika terbangun kulihat dia masih duduk di samping meja itu sambil melanjutkan tulisannya. Aku tidak menghiraukannya dan kembali meneruskan tidurku.
Pagi harinya dia menyerahkan syarat-syarat perceraian yang telah ditulisnya sejak semalam kepadaku; Dia tidak menginginkan sesuatupun dariku, tetapi hanya membutuhkan waktu sebulan sebelum percerain untuk saling memperlakukan sebagai suami-istri dalam arti sebenarnya. Dia memintaku dalam sebulan itu kami berdua harus berjuang untuk hidup normal layaknya suami-istri. Alasannya sangat sederhana; “Putra kami akan menjalani ujian dalam bulan itu sehingga dia tidak ingin mengganggunya dengan rencana perceraian kami.”
Aku menyetujui syarat-syarat yang dia berikan. Akan tetapi dia juga meminta beberapa syarat tambahan sebagai berikut; Dalam rentang waktu sebulan itu, aku harus mengingat kembali bagaimana pada permulaan pernikahan kami, aku harus menggendongnya sambil mengenang kembali saat pesta pernikahan kami. Dia memintaku untuk menggendongnya selama sebulan itu dari kamar tidur sampai di muka pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia sudah gila. Akan tetapi, biarlah kucoba untuk membuat hari-hari terakhir kami menjadi indah untuk memenuhi permintaannya kepadaku demi meluluskan perceraian kami.
Aku menceritakan kepada Jane (wanita simpananku) tentang syarat-syarat yang ditawarkan oleh istriku. Jane tertawa terbahak-bahak mendengarnya dan berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang aneh dan tak bermakna. Terserah saja apa yang menjadi tuntutannya tapi yang pasti dia akan menghadapi perceraian yang telah kita rencanakan, demikian kata Jane.
Kami tak lagi berhubungan badan layaknya suami-istri selama waktu-waktu itu. Sehingga sewaktu aku menggendongnya keluar menuju pintu rumah kami pada hari pertama, kami tidak merasakan apa-apa. Putra kami melihatnya dan bertepuk tangan dibelakang kami, sambil berkata, wow…papa sedang menggendong mama. Kata-kata putra kami sungguh membuat luka di hatiku.
Dari tempat tidur sampai di pintu depan aku menggendong dan membawanya sambil tangannya memeluk eratku. Dia menutup mata sambil berkata pelan; “Jangan beritahukan perceraian ini kepada putra kita.” Aku menurunkannya di depan pintu. Dia lalu pergi ke depan rumah untuk menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerjanya. Sedangkan aku mengendarai mobil sendirian ke kantorku.
Pada hari kedua, kami berdua melakukannya dengan lebih mudah. Dia merapat melekat erat di dadaku. Aku dapat mencium dan merasakan keharuman tubuh dan pakaianya. Aku menyadari bahwa aku tidak memperhatikan wanita ini dengan saksama untuk waktu yang sudah agak lama. Aku menyadari bahwa dia tidak muda lagi seperti dulu. Ada bintik-bintik kecil di raut wajahnya, rambutnya mulai beruban! Perkawinan kami telah membuatnya seperti itu. Untuk beberapa menit aku mencoba merenung tentang apa yang telah kuperbuat kepadanya selama perkawinan kami.
Pada hari yang ke empat, ketika aku menggendongnya, aku merasa sebuah perasaan kedekatan/keintiman yang mulai kembali merebak di relung hatiku yang paling dalam. Inilah wanita yang telah memberi dan mengorbankan 10 tahun kehidupannya untukku. Pada hari keenam dan ketujuh, aku mulai menyadari bahwa kedekatan kami sebagai suami-istri mulai tumbuh kembali di hatiku. Aku tidak mau mengatakan perasaan seperti ini kepada Jane (wanita yang akan kunikahi setelah perceraian kami). Aku pikir ini akan lebih baik karena aku hanya ingin memenuhi syarat yang dia minta agar nantinya aku bisa menikah dengan wanita yang sekarang aku cintai, si Jane.
Aku memperhatikan ketika suatu pagi dia sedang memilih pakaian yang hendak dia kenakan. Dia mencoba beberapa darinya tapi tidak menemukan satu pun yang cocok untuk tubuhnya. Dia lalu sedikit mengeluh, semua pakaianku terasa terlalu besar untuk tubuhku sekarang. Aku kemudian menyadari bahwa dia semakin kurus, dan inilah alasannya mengapa aku dapat dengan mudah menggendongnya pada hari-hari itu.
Tiba-tiba kenyataan itu sangat menusuk dalam di hati dan perasaanku…Dia telah memendam banyak luka dan kepahitan hidup di hatinya. Aku lalu mengulurkan tanganku dan menyentuh kepalanya.
Tiba-tiba putra kami muncul pada saat it dan berkata, “Papa, sekarang waktunya untuk menggendong dan membawa mama.” Baginya, menggendong dan membawa ibunya keluar menjadi sesuatu yang penting dalam hidupnya. Istriku mendekati putra kami dan memeluk erat tubuhnya penuh keharuan. Aku memalingkan wajahku ke arah yang berlawanan karena takut situasi istri dan putraku akan mempengaruhi dan mengubah keputusanku untuk bercerai pada saat-saat akhir memenuhi syarat-syaratnya. Aku lalu mengangkatnya dengan kedua tanganku, berjalan dari kamar tidur kami, melalui ruang santai sampai ke pintu depan. Tangannya melingkar erat di leherku dengan lembut dan sangat romantis layaknya suami-istri yang hidupnya penuh kedamaian dan harmonis satu dengan yang lain. Aku pun memeluk erat tubuhnya; dan ini seperti moment hari pernikahan kami 10 tahun yang lalu.
Akan tetapi tubuhnya yang sekarang ringan membuatku sedih. Pada hari terakhir, ketika aku menggendongnya dengan kedua lenganku aku merasa sangat berat untuk menggerakkan walaupun cuma selangkah ke depan. Putra kami telah pergi ke sekolah. Aku memeluk eratnya sambil berkata, aku tidak pernah memperhatikan selama ini bahwa hidup perkawinan kita telah kehilangan keintiman/keakraban satu dengan yang lain. Aku mengendarai sendiri kendaraan ke kantorku….melompat keluar dari mobilku tanpa mengunci pintunya. Aku sangat takut jangan sampai ada sesuatu yang membuatku mengubah pikiranku. Aku naik ke lantai atas. Jane membuka pintu dan aku berkata kepadanya, Maaf, Jane, Aku tidak ingin menceraikan istriku.
Jane memandangku penuh tanda tanya bercampur keheranan, dan kemudian menyentuh dahiku dengan jarinya. Apakah badanmu panas? Dia berkata. Aku mengelak dan mengeluarkan tangannya dari dahiku. Maaf, Jane, aku tidak akan bercerai. Hidup perkawinanku terasa membosankan karena dia dan aku tidak memakna secara detail setiap moment kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai satu sama lain. Sekarang aku menyadari bahwa sejak aku menggendong dan membawanya setiap pagi, dan terutama kembali mengingat kenangan hari pernikahan kami aku memutuskan untuk tetap akan menggendongnya sampai hari kematian kami tak terpisahkan satu dari yang lain. Jane sangat kaget mendengar jawabanku. Dia menamparku dan kemudian membanting pintu dengan keras dan mulai meraung-raung dalam kesedihan bercampur kemarahan terhadapku. Aku tidak menghiraukannya. Aku menuruni tangga dan mengendarai mobilku pergi menjauhinya. Aku singgah di sebuah tokoh bunga di sepanjang jalan itu, aku memesan bunga untuk istriku. Gadis penjual bunga bertanya apa yang harus kutulis di kartunya. Aku tersenyum dan menulis; “Aku akan menggendongmu setiap pagi sampai kematian menjemput.”
Petang hari ketika aku tiba di rumah, dengan bunga di tanganku, sebuah senyum indah di wajahku, aku berlari kecil menaiki tangga rumahku, hanya untuk bertemu dengan istiriku dan menyerahkan bunga itu sambil merangkulnya untuk memulai sesuatu yang baru dalam perkawinan kami, tapi apa yang kutemukan? Istriku telah meninggal di atas tempat tidur yang telah kami tempati bersama selama 10 tahun pernikahan kami. Istriku telah berjuang melawan kanker ganas yang telah menyerangnya berbulan-bulan tanpa pengetahuanku karena kesibukanku untuk menjalin hubungan asmara dengan Jane. Istriku tahu bahwa dia akan meninggal dalam waktu yang relatif singkat akibat kanker ganas itu, dan ia ingin menyelamatkanku dari apapun pandangan negatif yang mungkin lahir dari putra kami sebagai reaksi atas kebodohanku sebagai seorang suami dan ayah, terutama rencana gila dan bodohku untuk menceraikan wanita yang telah berkorban selama sepuluh tahun mempertahankan pernikahan kami dan demi putra kami…
----sekurang-kurangnnya, di mata putra kami – aku adalah seorang ayah yang penuh kasih dan sayang….demikianlah makna dibalik perjuangan istriku.
Sekecil apapun dari peristiwa atau hal dalam hidup sangat mempengaruhi hubungan kita. Itu bukan tergantung pada uang di bank, mobil atau kekayaan apapun namanya. Semuanya ini bisa menciptakan peluang untuk menggapai kebahagiaan tapi sangat pasti bahwa mereka tidak bisa memberikan kebahagiaan itu dari diri mereka sendiri. Suami-istrilah yang harus saling memberi demi kebahagiaan itu.
Karena itu, selalu dan selamanya jadilah teman bagi pasanganmu dan buatlah hal-hal yang kecil untuknya yang dapat membangun dan memperkuat hubungan dan keakraban di dalam hidup perkawinanmu. Milikilah sebuah perkawinan yang bahagia. Kamu pasti bisa mendapatkannya, kawan!
Jika engkau tidak ingin membagi cerita ini, pasti tidak akan terjadi sesuatu padamu di hari-hari hidupmu.
Akan tetapi, kita engkau mau membagi cerita ini kepada sahabat kenalanmu, maka satu hal yang pasti bahwa Tuhan sedang menggunakanmu untuk menyelamatkan perkawinan orang lain, terutama mereka yang sekarang mengalami masalah dalam pernikahan mereka.
Rabu, 16 November 2011
create database fasilkom
use fasilkom
create table mahasiswa(
nim char(10) primary key,
nm_mhs varchar(25),
jurusan char(20),
tggl_lahir datetime)
select*from mahasiswa
insert into mahasiswa values('1050201206','Fernando','Sistem Informasi','06-september-1991')
insert into mahasiswa values('1050201207','Nia','Teknik informatika','06-aug-1992')
insert into mahasiswa values('1050201208','Erma','Sistem Informasi','10-oct-1990')
insert into mahasiswa values('1050201209','Weni','Sistem Informasi','12-nov-1993')
insert into mahasiswa values('1050201210','Chantry','Teknik informatika','19-oct-1992')
insert into mahasiswa values('1050201211','Citra','Teknik informatika','17-aug-1991')
insert into mahasiswa values('1050201212','bubu','Teknik informatika','25-oct-1990')
insert into mahasiswa values('1050201213','Caca','Sistem Informasi','19-aug-1991')
insert into mahasiswa values('1050201214','Faisal','Sistem Informasi','20-oct-1993')
insert into mahasiswa values('1050201215','Roma','Teknik informatika','22-aug-1992')
create table matakuliah(
kode_matkul char(10) primary key,
nm_matkul varchar(25),
sks int,
semester char(10))
select*from matakuliah
insert into matakuliah values('mk001','agama',3,'II')
insert into matakuliah values('mk002','algoritma',2,'II')
insert into matakuliah values('mk003','Basis data',1,'II')
insert into matakuliah values('mk004','Bahasa inggris',2,'II')
insert into matakuliah values('mk005','Pemrograman',4,'II')
insert into matakuliah values('mk006','Bahasa indonesia',2,'II')
insert into matakuliah values('mk007','Mtk',3,'II')
insert into matakuliah values('mk008','Teknik',2,'I')
insert into matakuliah values('mk009','Sistem',4,'I')
insert into matakuliah values('mk010','algoritma2',3,'I')
select*from mahasiswa left join matakuliah on(mahasiswa.nim=matakuliah.kode_matkul)
select*from mahasiswa right join matakuliah on(mahasiswa.nim=matakuliah.kode_matkul)
select mahasiswa.nim,mahasiswa.nm_mhs,matakuliah.kode_matkul,matakuliah.nm_matkul
from matakuliah
cross join mahasiswa
select*from mahasiswa right join matakuliah on(mahasiswa.nim=matakuliah.kode_matkul)
union
select*from mahasiswa left join matakuliah on(mahasiswa.nim=matakuliah.kode_matkul)
select*from mahasiswa right join matakuliah on(mahasiswa.nim=matakuliah.kode_matkul)
union all
select*from mahasiswa left join matakuliah on(mahasiswa.nim=matakulaih.kode_matkul)
select*from mahasiswa inner join matakuliah on (mahasiswa.nim=matakuliah.kode_matkul);
Tugas SQL
Langganan:
Komentar (Atom)